Oleh insan-insan Muslim yang saleh pada zaman dahulu, semua pesan-pesan yang dibawa oleh Kitab-kitab Allah sebelum al-Qur’an itu diakui kebenaran dan keabsahannya dan diambil hikmahnya dan diamalkan dalam rangka untuk mencanangkan keyakinan bahawa Al Islam itu benar dan asli dan untuk mendukung terbentuknya akidah-akidah dasar kebiasaan saleh yang bernafaskan Islami. Karena kebiasaan saleh yang Islami ketika itu masih baru terbentuk, insan-insan Muslim pada zaman dahulu tersebut masih belum memiliki tradisi dan kebiasaan.

Karena ketika itu masih belum memiliki tradisi dan kebiasaan yang sudah tertempa oleh waktu, insan-insan Muslim pada zaman dahulu tersebut mengandalkan semangat yang menyatakan bahawa Kitab Suci mereka yakni Kitab Suci Al Qur’anul Karim adalah Kitab Suci yang “juga asli dan juga murni” dalam hal asal-usulnya yang dari Allah SWT, sama seperti dengan Kitab-Kitab Suci yang dibaca oleh insan-insan saleh Yahudi dan Nashara.

Namun, jika Kitab Suci Al Qur’anul Karim dikaji dengan tartil dan sungguh-sungguh dalam nahu shorof dan tajwid dan maknanya, akan didapati pandangan Kitab Suci Al Qur’anul Karim mengenai apa sesungguhnya definisi Kitab-Kitab Allah.

Setelah mengadakan pengkajian Kitab Suci Al Qur’anul Karim secara tartil dan sungguh-sungguh dalam nahu shorof dan tajwid dan maknanya, didapati bahwa Kitab Suci Al Qur’anul Karim memiliki pandangan yang sangat sangat luas mengenai definisi Kitab-Kitab Allah. Tertulis dalam Kitab Suci Al Qur’anul Karim di dalam Surah Al Kahf [18]:109

18|109| Katakanlah: “Kalaulah semua jenis lautan menjadi tinta untuk menulis Kalimah-kalimah Tuhanku, sudah tentu akan habis kering lautan itu sebelum habis Kalimah-kalimah Tuhanku, walaupun Kami tambahi lagi dengan lautan yang sebanding dengannya, sebagai bantuan.”

Sebagai contoh tentang luasnya pandangan Kitab Suci Al Qur’anul Karim mengenai definisi Kitab-Kitab Allah, Kitab Suci Al Qur’anul Karim justru menyatakan bahwa Kitab-Kitab Allah At Taurat dan Al Injil yang oleh Allah diturunkan sebelum Kitab Suci Al Qur’anul Karim itu masih asli dan haqiqi adanya dan wajib untuk diimani. Dalam diniyah, iman tanpa diamalkan tidaklah mungkin dan bukan iman yang sejati.

Kitab Suci Al Qur’anul Karim berkata begitu, walaupun ada kemungkinan Wahyu-Wahyu Allah sebelum Al Qur’anul Karim tersebut masih belum ditulis saat Nabi-Nabi yang menerima Wahyu Ilahi yang Taurati dan Zaburi, Injili tersebut masih hidup. Kalam Allah melalui Injil belum ditulis ketika Nabi Isa berada di dunia ini. Kalam Allah melalui Injil ditulis dan dibukukan justeru sesudah Nabi Isa meninggalkan bumi ini.

Atau bahkan beberapa tahun setelah wafatnya Nabi-Nabi yang menerima Wahyu Ilahi yang Taurati dan Injili tersebut, ada kemungkinan Kitab-Kitab Allah sebelum Kitab Suci Al Qur’anul Karim tersebut masih belum ditulis dalam bentuk kitab.

Dan bahkan ada kemungkinan Wahyu Ilahi yang Taurati dan Injili yang nuzul sebelum Al Qur’anul Karim tersebut tidak pernah ditulis dalam bahasanya Nabi-Nabi yang menerima Wahyu Ilahi yang Taurati, Zaburi dan Injili tersebut.

Walaupun begitu, Kitab Allah Al Qur’anul Karim tetap saja menyatakan bahawa Kalam Allah melalui Kitab-Kitab Allah sebelum Kitab Suci Al Qur’anul Karim tersebut benar-benar asli dan haqiqi adanya. Hal ini disebutkan dalam Al Qur’an Surah Al Ma’idah [5] ayat 47 di mana ada perintah dari Kitab Suci Al Qur’anul Karim yang berbunyi …

وَلْيَحْكُمْ أَهْلُ الْإِنجِيلِ بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ فِيهِ ۚ وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

Dan hendaklah Ahli Kitab Injil menghukum dengan apa yang telah diturunkan oleh Allah di dalam Injil; dan sesiapa yang tidak menghukum dengan apa yang telah diturunkan oleh Allah di dalam Injil, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.

Kalau dilihat keadaan dan konteks dari ayat Surah Al Maa’idah[5] ayat 47, ini jelas-jelas merupakan perintah Allah Azza wa Jalla kepada insan-insan Nashara yang hidup pada zaman Nabi Muhammad s.a.w. Jelas ini bukan perintah yang ditujukan pada insan-insan Nashara pada zaman dahulu yang hidup sebelum Nabi Muhammad s.a.w.

Jadi bisa saja, sejak Nabi ’Isa a.s. masih di alam dunia ini, proses penafsiran dan pengkisahan dan penerjemahan Wahyu-Wahyu Ilahi yang Taurati, Zaburi dan Injili yang nuzul sebelum Al Qur’anul Karim tersebut masih terus berlangsung. Dan wajar saja, ketika proses penafsiran dan pengkisahan dan penerjemahan Wahyu-Wahyu Ilahi yang Taurati, Zaburi dan Injili yang nuzul sebelum Al Qur’anul Karim tersebut berjalan, terjadi proses saling menjadi manfa’at antara apa yang dikatakan Allah dengan apa yang ditafsirkan insan manusia yang terlibat dalam proses penafsiran dan pengkisahan dan penerjemahan Wahyu-Wahyu Allah sebelum Al Qur’anul Karim tersebut.

Walaupun begitu kemungkinannya, tidak mengurangi kenyataan bahwa memang mushaf-mushaf At Taurat, Az Zabur, dan Al Injil yang ada sebelum mushaf Al Qur’anul Karim tersebut tetap bersumber pada Wahyu Ilahi yang asli dan tetap memiliki wibawa dan wewenang yang tinggi yang lekat pada Wahyu Ilahi tersebut.

Jadi di sini yang dipandang penting oleh Kitab Suci Al Quran rupanya adalah bahawa pesan-pesan serta amanah ilahi serta perintah-perintah serta larangan-larangan Allah SWT yang ada dalam Kitab-Kitab Allah yaitu Kitab At Taurat, Az Zabur dan Al Injil sebelum Kitab Allah Al Qur’anul Karim tersebut tetap ada dan tetap terjaga yakni tertulis dan termaktub dalam Kitab-Kitab Allah sebelum Kitab Suci Al Qur’anul Karim tersebut.

Masalah pakai bahasa apa dan masalah bagaimana proses penafsirannya dan penterjemahannya serta pengkisahannya serta penulisan nya serta proses dibukukannya Wahyu-Wahyu Ilahi tersebut menjadi Kitab-Kitab, hal itu tidak dianggap penting oleh Kitab Suci Al Quran.

Yang dianggap penting oleh Kitab Suci Al Quran adalah bahwa pesan-pesan ilahi serta amanah ilahi serta perintah-perintah serta larangan-larangan Allah yang ada dalam Kitab-Kitab Allah yaitu yaitu Kitab At Taurat, Az Zabur dan Al Injil sebelum Kitab Suci Al Qur’anul Karim tersebut tetap ada dan tetap terjaga terpelihara yakni tertulis dalam Kitab-Kitab Allah sebelum Kitab Suci Al Qur’anul Karim tersebut.

Jadi dengan demikian, menurut Kitab Suci Al Quran, bahkan suhuf-suhuf terjemahan-terjemahan atau tafsir-tafsir Kitab-Kitab Allah At Taurat, Az Zabur dan Al Injil sebelum Kitab Suci Al Qur’anul Karim pun bisa dianggap sebagai Kitab-Kitab Allah. Jadi dengan demikian, menurut Kitab Suci Al Quran, bahkan suhuf-suhuf tafsir-tafsir Taurat, Zabur, Injil sebelum Kitab Suci Al Qur’anul Karim pun bisa dianggap sebagai Kitab Allah. Jadi, dengan logika seperti itu, menurut Kitab Suci Al Qur’an, terjemahan-terjemahan Taurat, Zabur, Injil dalam bahasa apapun boleh dianggap sebagai Kitab Allah.

Jadi, pada prinsipnya, Kitab Suci Al Qur’an tidak mencurigai keaslian Kitab-Kitab Allah At Taurat, Az Zabur dan Al Injil yang nuzul sebelum Kitab Suci Al Qur’anul Karim. Kitab Suci Al Qur’an justeru membenarkan bahwa Kitab-Kitab Allah At Taurat, Az Zabur dan Al Injil adalah bukti bahwa Allah itu Al Hafiizh Yang Maha Memelihara yang kaya akan cara dalam menjaga dan memelihara Wahyu Ilahi yang diturunkan sebelum Al Qur’an untuk menjadi petunjuk dan cahaya bagi umat manusia. Kitab Suci Al Quran rupanya justru menyatakan bahwa Kitab-Kitab Allah At Taurat, Az Zabur dan Al Injil yang dibaca oleh insan-insan saleh Ahli Kitab yakni insan-insan saleh yang bernafaskan Yahudi dan insan-insan saleh yang bernafaskan Nashara tersebut memang asli dan layak diimani. Dalam diiniyah, iman tanpa diamalkan adalah tidak mungkin, dan bukan iman yang sejati.

Artikel sebelum ini Blog Abdushomad Artikel selepas ini