Bismillah, assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, ikhwah fillah.
Saudaraku yang dirahmati Allah! Insya Allah aku akan mulai sesi diskusi pertama ini dengan tema: NASRANI DALAM PENGERTIAN ISLAM.
Pemahaman tentang Nasrani dalam Islam dapat direkomendasikan melalui beberapa dalil (dasar) yaitu:
- Al-Qur’an sebagai sumber pokok ajaran Islam
- Al-Hadits (Sunah Nabi Muhammad a.w., sebagai dasar kedua dalam ajaran Islam)
- Ijma (kesepakatan daripada para ulama kalaf dan syalaf, sebagai dasar tambahan).
Agama Nasrani ini, Islam menyebutnya dengan NASRANI atau NASORO.
Dalil dasarnya ialah QS. Al-Maidah (5):82 …
… Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman (Islam) ialah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya kami ini orang Nasrani.” Yang demikian itu disebabkan kerana di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta, dan rahib-rahib (juga) kerana sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri.
Demikian juga Hadits Rasulullah s.a.w. yang disadur oleh Imam Bukhary dan Muslim, serta mendapat kesepakatan daripada para ulama Islam baik di masa awal (kalaf) dan di masa moden (syalaf), membenarkannya bahawa:
- Orang-orang Nasrani memiliki hubungan yang sangat baik dan dekat dengan orang-orang Islam sejak awal kemunculannya dan seterusnya daripada satu generasi ke generasi lain supaya hubungan semacam itu dirawat dan dipertahankan terus menerus tanpa batas waktu.
- Orang-orang Nasrani memiliki ciri dan akhlak yang mulia dan al-Qur’an menjunjung tinggi akhlak itu seghingga diabadikan di dalam al-Qur’an supaya menjadi teladan buat semua orang yang terpaut padanya.
Ciri-ciri seperti:
- Ada pendeta-pendeta dan rahib-rahib, itu pun al-Qur’an menghormatinya dan melarang siapapun untuk menghina atau menzalimi mereka dan umatnya.
Akhlak mulia seperti:
- Mengasihi dengan rahmat dan kasih yang tidak dibatasi oleh ruang batas waktu dalam pergaulan antara mereka dan orang lain (arrahman-arrahim) seperti yang disabdakan dalam hadits Rasulullah salallahu’alaihi salam bahawa hal itu telah di contohkan Nabi Isa al-Masih bin Maryam pada masa beliau berada di bumi, juga yang telah tertulis dalam Kitab al-Injil yang dibawa-Nya.
Contohnya seperti:
- Sabda Isa al-Masih, “Kasihilah Allah Tuhanmu dengan seluruh energi dan potensimu dan kasihilah sesamu manusia seperti dirimu sendiri.” Injil Surah Lukas 10:27.
- Sabda Isa al-Masih kepada orang-orang yang beriman, “Tetapi kamu yang mendengarkan Aku, kasihilah musuhmu, berbuat baik kepada orang yang membenci kamu. Mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu, berdoalah bagi orang yang mencaci kamu.” Injil Surah Lukas 6:27-28.
Demikian akhlak inilah yang harus bagi kita (umat Islam dan Nasrani) mengambil sebagai contoh untuk berahlak dan menjadi rahmat kepada umat manusia yang lain di bumi ini, maka mencegah beragam konflik kemanusian atas nama Agama.
Mereka juga tidak menyombongkan diri. Al-Qur’an menyaksikan demikian sebab Isa al-Masih mengajarkan bahawa kesombongan itu ialah ajaran SYAITAN bukan ajaran Allah atau Muhammad dan juga bukan ajaran al-Injil atau Isa al-Masih.
Dan untuk mengalahkan SYAITAN hanya dengan RENDAH HATI dan tidak sombong, Isa al-Masih bersabda,
Marilah belajar dari-Ku, kerana Aku lemah lembut dan rendah hati. Injil Surah Matius 11:30.
Sifat ini begitu penting dan sebagai pusat energi daripada AKHLAK MULIA. Itulah juga yang telah diwariskan Isa al-Masih kepada pengikut-Nya dari masa awal (umat Nasrani awal) hingga masa sekarang (umat Nasrani sekarang) dan selepas 600 tahun kemudian, Nabi Muhammad mengumumkannya kembali seperti yang termaktub di al-Qur’an.
Kisah yang saya pandang sebagai SUNNAH yang terlupa hingga hari ini bagi sebahagian umat Islam. Berikut cerita dikisahkan pada awal dakwah Rasulullah (tahun 610 M) di Mekah. Hubungan Rasulullah dan orang-orang Nasrani pada masa itu sangat baik dan penuh keakraban.
Pada tahun 615 M, Rasulullah dan pengikutnya sekitar 80 orang mendapat penyiksaan yang sangat keras daripada penduduk Mekah (Arab jahiliah) bahkan mengancam akan membunuh mereka semuanya. Allah s.w.t. kemudian perintahkan kepada Rasulullah untuk menghijrahkan mereka ke tempat lain yaitu, Habsyah (negara Surya hari ini) yang pada masa itu dipimpin oleh seorang pemimpin yang beragama Nasrani bernama Najasyi/Nejeb (penduduknya mayoritas Nasrani) di masa itu.
Para sahabat bertanya kepada Rasulullah, “Mengapa kita disuruh hijrah kepada orang-orang Nasrani?” Lalu Rasulullah menjawab, “Allah yang perintahkan untuk hijrah ke sana kerana orang-orang Nasrani itu menyembah Allah dan Isa al-Masih bin Maryam menurut ajarannya, Arrahman-Arrahim, maka mereka akan menyambut kamu dengan penuh kasih sayang, rendah hati dan tidak menyombongkan diri. Maka turunlah ayat al-Qur’an surah Al-Ma’idah (5):82.
Perhatikan bahawa sebelum Muhammad menjadi Nabi dan berdakwah tentang Isma kepada kaumnya (orang-orang Arab Mekah), sebenarnya Muhammad tidak terlalu asing dengan orang-orang Nasrani di masa itu.
Sebagai contoh:
- Pada masa Muhammad berumur 12 tahun, pernah bersama dengan pamannya, Abu Thalib (ayah daripada khalifah keempat, Ali) pergi berdagang ke Syam. Di tengah jalan, keduanya berjumpa dengan pendeta Nasrani yang bernama, Bukhoro. Kemudian pendeta itu memandang kepada Muhammad yang muda. Setelah itu, pendeta Bukhoro berkata kepada Abu Thalib, “Anak ini (Muhammad) ada tanda Nabi pada bahu belakangnya.” Sebaiknya anak ini dibawa pulang sahaja, kerana ayahnya khawatir kalau orang Yahudi tahu tentang tanda itu pada anaknya dan akan dibunuh. Kemudian Abu Thalib tidak meneruskan perjalanan niaganya dan membawa pulang Muhammad keponakannya itu kembali ke Mekah.
- Pada umur 25 tahun dan sebelum menjadi Nabi, Muhammad menikah dengan Siti Khadijah. Dan yang menikahkan Siti Khadijah dengan Muhammad ialah paman Siti Khadijah sendiri.
Nama paman Siti Khadijah ialah Warakah bin Naufal. Sejarah Islam mencatatat bahawa, kedudukan Warakah bin Naufal sebagai seorang Rais Am (pendeta dan pemimpin tertinggi bagi umat Nasrani di masa itu dan di wilayah jazirah Arab). Warakah bin Naufal sendiri berasal daripada keturunan suku kaum Arab Quraisy (sama dengan suku Muhammad).
Cerita ini sangat menarik yang mengisahkan betapa dekatnya hubungan Muhammad dengan keluarga umat Nasrani di masa itu. Sebab, Muhammad sejak kecil lagi tidak asing bergaul akrab dengan orang Nasrani sebagai keluarga sebangsanya, tetapi beliau juga dinikahkan menurut tradisi agama yang bertauhid Nasrani (Krtistian). Pendeta Warakah bin Naufal yang menikahkan Muhammad dengan Siti Khadijah menurut tata ibadah Nasrani.
Sedangkan pada masa itu, Muhammad belum menjadi orang Islam dan Nabi.
- Pada tahun 595 M Muhammad menikah dengan Siti Khadijah.
- Selepas 20 tahun kemudian (615 M), Muhammad baharu menerima wahyu dan menjadi Nabi.
- Sejarah tidak menjelaskan, kalau Muhammad setelah menerima wahyu dan diangkat menjadi Nabi oleh Allah, beliau tidak melakuan pernikahan ulang atau memperbaharui adat nikahnya menurut tata cara agama baharu yang dibawa oleh beliau, yaitu agama Islam.
Ini sekaligus menyedarkan kita bahawa pernikahan dengan tata cara agama Nasrani adalah sah dan benar dalam perspektif al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad s.a.w.
Demikianlah sedikit kupasan tentang agama Nasrani serta hubungannya dengan umat Islam. Mudah-mudahan berkenan dan mendapat keridhaan Allah s.w.t.
Insya Allah akan berlanjut pada sesi berikutnya. Kurang dan lebinnya ana afwan (saya mohon maaf).
Wallahu’alam bisawab. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ustaz M. Faridz Al-Salmani
Artikel sebelum ini | Blog Ustaz Faridz | Artikel selepas ini |