Insan-insan yang sudah dalam keadaan muslim sebelum datangnya Islam sebagai kekuatan politik:
“Dan apabila Al-Quran itu dibacakan kepada mereka; mereka, berkata: “Kami beriman kepadanya, sesungguhnya ia adalah perkara yang betul benar dari Tuhan kami; sesungguhnya kami sebelum ia diturunkan, telahpun pasrah tunduk-patuh padanya.” QS Al Qasas [28]:53.
“… Ia menamakan kamu: “orang-orang Islam” semenjak dahulu.” QS Al Hajj [22]:78.
“… kami telah diberi pengetahuan sebelumnya dan kami adalah orang-orang yang berserah diri muslimiin (kepada Allah).” QS An Naml [27]:42.
“Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan kebaikan dan berkata, ‘Sungguh, aku termasuk orang-orang muslim (yang berserah diri).’” QS Fussilat [41]:33.
Sayidina Ibrahim – Seorang Insan Hanif yang Pertama
Sayidina Ibrahim beserta putera-puteranya, Ismail, Ishaq dan Yakub dan anak-anaknya, dua belas suku Bani Isra’il, Sayidina Musa dan SayidinaYunus, bahkan Raja Firaun, Raja Sulaiman, pengikut-penyokong setia Sayidina ‘Isa, dan berbagai alirannya serta partai-partainya, mereka semua, oleh Al-Qur’an dikisahkan sebagai insan-insan dalam keadaan muslim (berserah diri). Jadi hukumnya wajib bagi semua orang untuk bergabung dengan Muhammad Nabi terakhir dan semua insan-insan muslim untuk secara berulang-ulang melestarikan apa dinyatakan dan dihimbau oleh Al Qur’an di Surah Al Baqarah [2]:136 …
“Katakanlah, ‘Kami beriman kepada Allah.”
Muhammad sudah mewanti-wanti pada para pengikutnya untuk menghindari apa sahaja yang menyebabkan perpecahan umat sebagaimana yang dialami Bani Isra’il yang sudah menjadi pecah-pecah dan tercerai berai menjadi banyak sekali golongan. Muhammad mewanti-wanti tersebut agar kaum-kaum serta suku-suku mereka tetap bersatu, untuk beriman pada Tuhan Allah, dan mati dalam keadaan muslim (berserah diri), dengan begitu persatuan, rukun dan islah, dan damai sejahtera boleh dengan mudah dinikmati umat.
Mengenai hal ini, Al-Qur’an sudah memperingatkan,
“Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu taat akan sesuatu puak dari orang-orang yang diberikan Kitab itu, nescaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang-orang kafir sesudah kamu beriman.” Namun tidak semua Ahli Kitab itu sombong dan angkuh! QS Ali ‘Imran [3]:100(*).
Menurut ayat berikut dan ayat-ayat lainnya, siapapun yang beriman pada Allah dan pada kitab-kitabnya serta tidak membeza-bezakan nabi, itulah yang digambarkan Al Qur’an mengenai sosok muslim yang sejati (QS Ali ‘Imran [3]:84).
(*) Disebutkan di QS Al Baqarah [2]:111, Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata pula: “Tidak sekali-kali akan masuk Syurga melainkan orang-orang yang berugama Yahudi atau Nasrani”. Yang demikian itu hanyalah angan-angan mereka sahaja. Katakanlah (wahai Muhammad): “Bawalah kemari keterangan-keterangan yang (membuktikan kebenaran) apa yang kamu katakan itu, jika betul kamu orang-orang yang benar”.
Muslim yang sholeh dan sejati adalah yang sungguh haqul yaqin pada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi pesan-pesan ilahi dalam Kitab Taurat, Injil, Zabur dan Al-Qur’an. Hal lainnya yang menandakan alam pikir muslim sholeh ini adalah wajib haqul yaqin pada pesan semua nabi terdahulu tanpa membeza-bezakan nabi-nabi terdahulu tersebut. Muslim menurut Al-Qur’an adalah mereka yang memiliki alam pikir yang membawa persatuan dan bukan yang memecah-belah. Mereka adalah yang adalah insan-insan yang haqul yaqin kepada seluruh Kitab-kitab Allah. Muslim juga adalah mereka yang memiliki alam pikir mencari perdamaian dan kesinambungan di antara berbagai mazhab tanpa memihak satu sama lain dan tidak dengan mudah mengkafir-kafirkan oranglain atau golongan lain.
Kata ‘islam’ disebut 71 kali dalam Al-Qur’an. Kata tersebut tidak pernah dipakai untuk mengacu pada sebagai satu golongan sahaja yang terpisah dari kitab-kitab Allah lainnya.
Keislaman semua nabi terdahulu memiliki 4 ciri khas yang juga merupakan ciri khas keislaman Nabi Muhammad. Ke 4 ciri khas keislaman semua nabi tersebut adalah:
(1) tidak membeza-bezakan rasul-rasul dan nabi-nabi sebelumnya.
(2) meng-esakan atau mengutamakan Allah Tuhan Yang Maha Esa segala puja dan puji hanya bagi Allah tiada ilah-ilah lain selain Allah.
(3) berusaha mempersatukan semua aliran dan mempersatukan pengikut- pengikut aliran-aliran yang ada kaitannya dengan Bani Isra’il dan Ahli Kitab.
(4) tidak membeza-bezakan pesan-pesan ilahi dalam Al Qur’an, At Taurat dan Az Zabur dan Al Injil. Kitab-kitab tersebut dianggap rentetan peristiwa yang saling berkaitan dan saling terpadu.
Dengan segala daya dan upaya, Muhammad berusaha menapak tilasi keislaman Sayidina Ibrahim dan melacak perjalanan Islam balik ke Sayidina Ibrahim dan menghubungkannya dengan keislamannya yang berdasarkan ilmu dan contoh-contoh yang diperolehnya mengenai haniifan musliman, yang adalah alampikir Sayidina Ibrahim. Saat Muhammad berhasil menemukan kesinambungan tersebut, Muhammad memaparkan Islam sebagai alampikir keyakinan tauhid yang sejak dahulu kala sudah ada sebelum kekuatan-kekuatan Yudaisme dan kekuatan-kekuatan Kristen ada. Apa yang diajarkan AlQur’an justru mengingatkan para pembacanya kepada apa yang diajarkan At Taurat, Az Zabur dan Al Injil. Al Qur’an kemudian justru bertindak untuk mendorong bangsa Arab untuk menyelesaikan perselisihan-perselisihan pandangan yang merajalela di zaman itu antara aliran-aliran dalam kekuatan Yahudi dan aliran-aliran dalam kekuatan Kristen.
Suku-suku Arab yang ketika itu cenderung syirik namun syiriknya tidak terang-terangan karena mereka juga tetap menganggap diri mereka sebagai orang-orang yang mengutamakan Allah. Suku-suku Arab dengan keadaan yang pelik dan rumit tersebut menjadi semakin mudah terpecah-pecah oleh karena tidak ada contoh yang diteladani. Yang ada hanyalah perselisihan-perselisihan pandangan yang merajalela di zaman itu antara aliran-aliran dalam kekuatan Yahudi dan aliran-aliran dalam kekuatan Kristen.
Demi untuk mengurangi rasa sakit yang ditimbulkan oleh keadaan yang menegangkan tersebut, Muhammad mencoba mengingatkan orang-orang yang hidup dalam keadaan yang menegangkan tersebut dengan suatu keadaan yang damai yang penuh kesejahteraan yang sudah ada sebelum munculnya kekerasan berbasis kekuatan aliran-aliran keyakinan di Mekah. Muhammad ingat akan keadaan keislaman Sayidina Ibrahim melalui perantaraan mendarasnya pada Waraqa bin Nawfal yang memberi contoh pengamalan-pengamalan alam pikir haniifan musliman yang merupakan alam pikir Sayidina Ibrahim.
“Bukanlah Nabi Ibrahim itu seorang pemeluk ugama Yahudi, dan bukanlah ia seorang pemeluk ugama Kristian, tetapi ia seorang yang tetap di atas dasar Tauhid sebagai seorang Muslim (yang taat dan berserah bulat-bulat kepada Allah), dan ia pula bukanlah dari orang-orang musyrik.” QS Ali ‘Imran [3]:67.
Sebelum pecah perang aliran pandangan yang serius atau pecah pertikaian-pertikaian pandangan, Muhammad memandang bahawa perjuangan Islam adalah kembali ke keimanan dasar Sayidina Ibrahim. Keimanan Sayidina Ibrahim tersebut adalah kehaqulyaqinan kepada pada Allah Tuhan Yang Maha Esa dan pengakuan perlunya mengutamakan Allah dengan sungguh-sungguh tanpa kecenderungan syirik dalam bentuk terang-terangan atau tidak terang-terangan. Islam itu hanya berdasarkan keimanan Sayidina Ibrahim ini karena dalam Islam, satu-satunya hal yang menyebabkan dosa adalah syirik yaitu pengingkaran terhadap keimanan ini. Segala kelalaian dan khilaf masih bisa diampuni. Tapi kalau sudah syirik, itu merupakan dosa yang tidak bisa diampuni.
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampunkan dosa syirik mempersekutukanNya (dengan sesuatu apajua), dan akan mengampunkan dosa yang lain dari itu bagi sesiapa yang dikehendakiNya. Dan sesiapa yang mempersekutukan Allah (dengan sesuatu yang lain), maka sesungguhnya ia telah melakukan dosa yang besar.” QS An Nisa’ [4]:48, 116.
Qur’an menyampaikan peringatan ini berulang-kali.
“… tiada ilah melainkan Dia” (QS Ali ‘Imran [3]:18).
“… tiada ilah selain dari Allah, yang Maha Pemurah, lagi Maha Mengasihani.” (QS Al Baqarah [2]:163).
“… Tidak akan ada ilah selain Dia” (QS Al Ma’idah [5]:116).
Artikel sebelum ini | Blog Abdushomad | Artikel selepas ini |