Para perawi Sirah Muhammad menyajikan sejumlah peristiwa selama lima belas tahun pertama kepemimpinan beliau di Mekah. Ada enam kejadian penanda. Enam kejadian tersebut yang diumumkan kepada masyarakat umum.
Kejadian Pertama: Saat-Saat Menjelang Pernikahan Muhammad
Suatu hari, Muhammad bekerja pada Khadijah mengantar kafilah niaga ke Negeri Suryani. Selama perjalanan tersebut, Siti Maysaroh, pelayan setia Khadijah, yang berada dalam kafilah tersebut tiba-tiba kembali ke majikannya di Mekah. Ia mengabarkan pada Khadijah apa yang dilihat dan didengarnya terkait kejadian aneh yang menimpa Muhammad muda.
(Ibn Hisham, Sirah, Vol. I, hal. 175; Halabiyyah, Vol. 1, hal. 147-152.)
Sontak Khadijah datang dan mengabarkan pada Waraqa, yang tidak menunjukkan keterkejutan sama sekali. Seolah-olah Waraqa sudah lama mengetahuinya. Sebaliknya, Waraqa menunjukkan sikap selayaknya seseorang yang sudah diberi tahu takdir Ilahi. Seandainya Waraqa tidak diberitahu takdir Ilahi tersebut, Waraqa pasti akan menjelaskan padanya apa yang diketahuinya dalam benaknya.
“Jika kejadian tersebut memang benar terjadi, itu pertanda Muhammad akan jadi Nabi yang mengingatkan bangsa ini akan iman tauhid kepada Allah. Saya tahu akan ada nabi untuk bangsa ini dan waktunya akan segera tiba.”
(Ibn-Hisham, hal. 175-177; Halabiyyah, hal. 151.)
Hal ini menimbulkan pertanyaan bukan tentang apa yang di ramalkannya tentang Muhammad namun mengenai Waraqa Sang Ra’is Aam.
Daripada siapa beliau mengetahui takdir ini?
Bagaimana dia tahu takdir ilahi?
Apakah para rahib dan paderi-paderi yang takdzim dan tawadu’ kepada Sayidina ‘Isa saat itu mampu meramalkan masa depan manusia?
Mengapa para perawi yang merupakan pengikut Muhammad mengakui ramalan-ramalan Waraqa tersebut, tapi tidak mau mengakui Waraqa sebagai salah satu hamba Allah yang mengetahui tujuan-tujuan yang sudah ditetapkan Allah bagi Sang Nabi Arab tersebut?
Apalagi, bagaimanapun juga, Khadijah pasti sungguh tahu bahawa ia memang wajib mendukung sepenuhnya apa yang diperjuangkan, Waraqa, sepupu dekatnya tersebut. Khadijah biasanya meminta pertolongan Waraqa, sehingga, menurut seorang perawi,
“Khadijah selalu bertindak sesuai petuah Waraqa.”
(Al-Halabiyya, hal. 275.)
Bagaimana mungkin dirahasiakan kerana memang, secara genenika, Waraqa, Khadijah dan Muhammad satu nasab yang memiliki pertalian darah.
Kejadian Kedua: Perjumpaan dengan Malaikat Jibril
Muhammad berusia 40 tahun pada waktu ia bertahanush menyepi dan bertirakat di Gua Hira dekat Mekah dimana ia menghabiskan bulan Ramadhan dengan berpuasa, mendirikan salat dan memanjatkan doa, dan bertafakur. Ini semua adalah situs dan ritus orang-orang yang beralam-fikiran nashara. Saat di akhir bulan tersebut, menurut beberapa perawi, malaikat Jibril menemuinya dan berkata,
“Wahai, Muhammad! Kau harus tahu saya adalah Jibril dan engkau adalah rasul Allah.”
Ia kemudian memberinya sesuatu untuk dibaca. Ketakutan, Muhammad kemudian pulang setelah berjumpa dengan sang malaikat. Ia menceritakan pada istrinya apa yang dilihat dan didengarnya. Khadijah, yang sungguh sadar akan adanya Allah, menyatakan:
“Bersabarlah, jadilah semakin haqul yaqin, dan beranikan diri. Atas nama Yang Maha Esa sang pemilik jiwa Khadijah, saya harap engkau akan menjadi nabi bangsa ini.”
Khadijah kemudian bergegas ke Waraqa Sang Ra’is Aam dan menceritakan padanya apa yang didengarnya dari suaminya. Sebelum Khadijah mengakhiri laporannya, Waraqa diam-diam mengumumkan,
“Yang Yang Maha Suci, Ya Yang Maha Suci. Atas namaNya yang memiliki jiwaku. Khadijah percayalah padaku. (Namus) Syariat Taurat Allah yang diturunkan kepada Musa juga mendatangi suamimu. Ia adalah nabi bangsa ini. Katakan padanya ia harus tetap haqul yaqin dan harus tegar.”
(Ibn Hisham, hal. 221; Al-Halabiyya, hal. 262; Ibn Sa’ad, Vol. I, hal. 195.)
Ketetapan takdir mengenai Muhammad tersebut disampaikan dari surga dan dunia, melalui Jibril, Khadijah, dan Waraqa. Ketetapan takdir tersebut memiliki muatan-muatan, penafsiran-penafsiran, dan maksud-maksud yang persis sama satu dengan lainnya. Muhammad menerima petuah untuk tetap tegar. Sampai sekarang, di mana-mana diceritakan bahawa ketetapan takdir tentang Muhammad tersebut diumumkan kepada kaum Quraysh di Tanah Arab yang ketika itu masih hidup di zaman dominasi Jahiliyah yang keras. Kerana terlahir di kaum Quraysh, secara genetik, Muhammad datang dari garis darah yang sama dengan Musa dan ‘Isa. Ia akan membawa syariah bagi suku-suku Arab yang Yang Bukan Ahli Kitab sama seperti Musa dan ‘Isa membawa syariah ilahi bagi para Ahli Kitab.
Menurut syariah Allah yang tetap sama semenjak dari zaman dahulu tapi terkesan baru di zaman moden ini, tidak akan ada perbedaan antara Bani Israil dan bangsa Arab. Syariah Allah itu sama. Hanya Muhammad harus menyatakan dirinya bahawa ia adalah seorang rasul Allah pembawa peringatan, dan penyampai.
Artikel sebelum ini | Blog Abdushomad | Artikel selepas ini |