Para perawi Sirah Muhammad menyajikan sejumlah peristiwa selama lima belas tahun pertama kepemimpinan beliau di Mekah. Ada enam kejadian penanda. Enam kejadian tersebut yang diumumkan kepada masyarakat umum. Berikut ini adalah Kejadian ke-5 dan ke-6.

Kejadian Kelima: Setelah Dimulainya Perjuangan Menjunjung tinggi tauhid kepada Allah

Muhammad menerima petuah Waraqa, Sang Ra’is Aam, sejak awal perjuangan kenabiannya untuk bertablig secara langsung ke para penduduk Mekah. Ia mengumumkan ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan padanya dalam bahasa Arab yang jelas. Namun dia tidak sepenuhnya mampu mengemban perjuangan untuk menjunjung tinggi tauhid kepada Allah kerana sering datangnya keraguan yang meresahkan dan kesukaran yang meresahkannya.

Saat ia membacakan, menyampaikan peringatan, dan berkhotbah ke para penduduk Mekah, badannya mulai gemetaran, wajahnya bergerak kejang, dan membuat Muhammad tegang. Ia lantas pulang ke istrinya sembari berseru-seru,

“Zammilouni! Zammilouni!” – “Selimuti aku dengan pakaian hangat.”

(Al-Halabiyyah, hal. 258.)

Khadijah bergegas menyelimutinya dan meredakan ketakutan serta kerisauannya. Muhammad kemudian menceritakan kepada istrinya mengenai apa yang terjadi pada Muhammad. Reaksi Khadijah mengejutkan. Ia menyatakan,

“Tidak! Demi Allah, bersukacitalah! Tuhan tidak akan menelantarkanmu! Engkau akan menyentuh hati orang-orang! Engkau akan menyatakan dengan tegas bahwa apa yang telah dinyatakan sebelumnya itu sungguh benar adanya! Engkau akan menyebarluaskannya pada orang-orang lainnya! Engkau akan memberikan kebaikan bagi mereka yang tertindas! Engkau akan memberikan keramahtamahan bagi mereka yang membutuhkan! Kerana arahan mu, orang bersalah yang disidang menjadi insyaf kerana diberi  nikmat oleh Allah, menikmati kebenaran yang haqiqi.”

(Ibn Sa’ad, hal. 195; al-Tabari, hal. 48).

Untuk mengecek benar tidaknya apa yang dikatakan Khadijah kepada Muhammad tersebut, Khadijah kemudian pergi bersama Muhammad ke sepupunya, Waraqa,

“Sepupu tersayang! Dengarkan keponakanmu!” pintanya.

“Keponakan tersayang! Apa yang tadi kau saksikan?” tanya Waraqa.

Bila Muhammad selesai menyampaikan pada Waraqa, Sang Ra’is Aaam tersebut bertanya padanya dan mengulang petuah yang sebelumnya disampaikan.

“Itu adalah syariah Taurat yang sama yang diturunkan kepada Musa.”

Namun kali ini Waraqa menambahkan,

“Oh! Seandainya saya masih muda dan bisa hidup di masa perjuangan mu dalam menjunjung tinggi tauhid kepada Allah!”

Kepada Khadijah, Waraqa menyatakan,

“Oh ya. Ketahuilah, selama ini, sungguh tak pernah ada orang yang datang ke saya yang sama dengan pemuda yang datang bersamamu ini. Sekarang pulanglah.”

(Muslim, hal. 97, 98; al-Halabiyyah, hal. 267.)

Kejadian Keenam: Awal dari jihad yang santun, perjuangan yang menenteramkan seluruh alam dan isinya.

Ali, putera Abu Talib, menuturkan,

“Pada waktu Muhammad mendengar seruan ‘Katakanlah: Tidak ada ilah selain Allah dan Muhammad Rasullulah.’”

Sang Nabi menjawab,

“Labbayk (Seperti yang Kau kehendaki, Ya Allah!).”

Ali kemudian menambahkan ungkapan pujian kepada Allah ini yang menjadi bagian Surah pertama.

“Segala puji bagi hanya bagi Allah, Tuhan Pemelihara seluruh alam. Pemberi Kasih Yang Maha Pengasih. Pemilik Hari Pembalasan.”

QS Al Fatihah [1]:2-4.

Mendengar ungkapan pujian kepada Allah ini, Muhammad sungguh tersentuh atas apa yang ia dengar. Sang Ra’is Aam menjawab, “Kejadian ini telah dinyatakan padamu! Nyatakanlah sekarang! Saya bersaksi bahawa engkau adalah laki-laki yang dinyatakan oleh putera Maryam.

Disebutkan di Kitab Injil Surah Luqa 19:40, apabila Isa menghampiri jalan turun dari Bukit Zaitun, semua pengikut Isa mula bersukacita dan memuji Allah dengan suara yang kuat kerana semua mukjizat yang telah disaksikan oleh mereka,

“Diberkati Raja yang datang dengan nama Allah! Kesejahteraan di syurga dan kemuliaan di tempat yang maha tinggi!”

Antara orang ramai itu ada beberapa orang Farisi yang berkata kepada Isa,

“Tuan Guru, suruh pengikut-pengikutmu diam.”

Isa menjawab,

“Aku berkata kepadamu bahawa jikalau mereka diam, batu-batu pula akan bersorak.”

Termaktub di Kitab Injil Kisah Para Hawariyun 2:17,

“Bahawa akan berlaku pada akhir zaman, firman Allah, “Aku akan mencurahkan Ruh Allah ke atas semua manusia. Anakmu lelaki dan anakmu perempuan akan bernubuat, orang mudamu akan melihat penglihatan. Orang tuamu akan bermimpi. Dan ke atas hamba-Ku lelaki dan hamba-Ku perempuan, Aku akan mencurahkan Ruh Allah ketika itu, lalu mereka bernubuat.”

Baca Injil Surah Yahya 8:39-40.

Engkau berada di jalan Taurat Musa. Engkau nabi yang diutus. Suatu hari engkau akan menyerukan Jihad(*). Bila di hari itu aku masih hidup, aku akan bergabung denganmu dalam Jihad tersebut.

(Al-Halabiyyah, hal. 263, 267.)

(*) Sejak zaman dahulu, seluruh nabi-nabi Allah berjuang menjunjung tinggi iman tauhid kepada Allah. Di Kitab Taurat disebutkan Nabi Ya’qub berjuang di jalan Allah. Pada suatu hari beliau tiba-tiba didatangi oleh musafir yang mengajak bertarung Nabi Ya’qub. Nabi Ya’qub bertarung dengan musafir tersebut seharian penuh sampai pagi. Oleh musafir tersebut, Nabi Ya’qub dipukuli sampai Nabi Ya’qub patah tulangnya. Walaupun sakit semua karena dipukuli oleh musafir tersebut, Nabi Ya’qub tetap memegang erat-erat jubah musafir tersebut dan tidak dilepaskanya sambil berkata kepada musafir tersebut, “Tak apa, wahai Musafir, pukulilah aku terus, aku tidak akan melepaskan engkau sebelum engkau memberi pahala dan barokah kepadaku.” Dan ternyata Musafir itu adalah Malaikat Allah. Dan Allah akhirnya memberi pahala dan barokah kepada Nabi Ya’qub. Oleh Allah, Nabi Ya’qub digelari ISRA’IL, yang artinya “seorang insan manusia yang berjuang dengan Allah atau dijalan Allah tanpa mengeluh walaupun kesakitan dan tanpa ragu-ragu demi untuk mendapatkan pahala dan barokah daripada Allah. Disebutkan di Catatan Kaki nomer 32 pada karya M. Quraish Shihab: Al-Qur’an dan Maknanya: bahawa Nabi Ya’qub alaihissalam digelari Isra’il. Oleh kerana itulah, keturunan Nabi Ya’qub disebut Bani Isra’il. Dari zaman Taurat Sayidina Musa sampai Injil Sayidina ‘Isa perintah untuk berjuang untuk membuktikan bahawa Allah itu utama adalah amalan yang penting untuk dicamkan dan dilaksanakan. Tidak ada yang utama selain Allah. Dari Allah, manusia memperoleh pahala dan barokah. Itulah yang diwasiyatkan Taurat, Zabur dan Injil. Ketika Sayidina ‘Isa ditanya oleh seorang pemuda yang kaya raya bagaimana agar boleh masuk syurga. Sayidina ‘Isa hanya mengingatkan pemuda tersebut bahawa telah tersebut di Taurat Musa, “Shema Yisrael Adonai Elohim Adonai Echad yang tarjamah Bahasa Indonesianya adalah (Camkan terus wahai keturunan Ya’qub bahwa Tuhan Allah itu Esa adanya.) Utama itu bukan bilangan untuk dihitung. Utama itu membutuhkan Jihad (berjuang di jalan Allah untuk mendapat pahala dan barokah dariNya) supaya keutamaan Allah menjadi jelas dan terasa manfaat bagi seluruh alam. Sayidina ’Isa meneruskan mengingatkan pemuda kaya raya itu dengan peringatan Taurat, ”Hendaklah kamu mengasihi Allah Tuhan mu dengan sepenuh hatimu, dengan sepenuh jiwamu, dengan sepenuh fikiran mu, dan dengan sepenuh kekuatan mu, serta mengasihi sesama insan manusia tanpa pandang bulu seperti kamu mengasihi dirimu sendiri.” Oleh Sayidina ’Isa, pemuda itu disuruh menjual seluruh harta nya dan mensedekahkannya kepada kaum miskin duafa dan mengikuti perjuangan Sayidina ’Isa dalam menegakkan tauhid. Tetapi akhirnya pemuda itu lebih memilih mencintai harta kekayaan. Dan pemuda kaya itu meninggalkan Sayidina ’Isa berjuang sendiri menegakkan dan menjunjung tinggi iman tauhid. Jihad adalah lawan dari keraguan, jadi jihad adalah percaya kepada Allah dan sebuah jenis iman kepada Allah bagi mereka yang ”sungguh-sungguh dekat dengan Yang Pengasih dan Penyayang” dan bukan semacam kekalutan dan ketidaktaatan seperti membunuh insan manusia ciptaan Allah.

Melalui kejadian ini, Waraqa memberikan awal yang sungguh berarti. Muhammad menyadari ia harus mengikuti perintah Jihad demi melanjutkan perjuangan menjunjung tinggi tauhid dengan menghadapi lawan-lawannya. Tapi, tidak lama kemudian, Waraqa menjadi nyaris tuli dan buta. Menyadari bahawa ia tidak akan sendirian dalam Jihad menghadapi kaum munafikin di antara sukunya yakni suku Quraysh, Muhammad menunjukkan tanda kelegaan. Ia lega karena Sang Ra’is Aam yang sudah tua dari insan-insan nashara tetap karib dengannya. Waraqa mengingatkan Muhammad untuk bergerak pelan-pelan demi mencapai tujuan ilahi. Nasihat ini digarisbawahi kemudian di Al-Qur’an.

(Jika demikian akibat orang-orang kafir yang menentangmu wahai Muhammad) maka bersabarlah engkau sebagaimana sabarnya Rasul-rasul “Ulil-Azmi” (Ulil Azmi adalah Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa, Nabi Muhammad) (yang mempunyai keazaman dan ketabahan hati) dari kalangan Rasul-rasul (yang terdahulu daripadamu); dan janganlah engkau meminta disegerakan azab untuk mereka (yang menentangmu itu). Sesungguhnya keadaan mereka semasa melihat azab yang dijanjikan kepada mereka, merasai seolah-olah mereka tidak tinggal (di dunia) melainkan sekadar satu saat sahaja dari siang hari. Penerangan yang demikian cukuplah menjadi pelajaran bagi orang-orang yang mahu insaf. Maka (ingatlah) tidak dibinasakan melainkan kaum yang fasik – derhaka.

QS Al Aḥqaf [46]:35). (QS Asy Syura [42]:13).

Seketika setelah meninggalnya Waraqa, Muhammad bergantung pada Al-Qur’an yang selalu mewanti-wanti dengan peringatan agar jangan sampai melupakan.

“Maka boleh jadi engkau (Muhammad) hendak meninggalkan sebagian dari apa yang diwahyukan kepadamu dan dadamu sempit karenanya.”

QS Hud [11]:12.

Sedangkan di sisi lain Tuhan tidak akan melupakan dan tidak akan meninggalkan nabiNya tanpa dukungan.

“Tuhanmu tidak akan meninggalkan engkau (Muhammad) dan tidak (pula) membencimu.”

QS Ad Duha [93]:3.

Muhammad sebaiknya tidak melupakan apa yang telah dinyatakan Allah padanya di dalam kitab,

“Mereka itulah orang-orang yang telah kami berikan kitab, hikmah, dan kenabian. Jika orang-orang (Quraysh) itu mengingkarinya, maka Kami akan menyerahkannya kepada kaum yang tidak mengingkarinya.”

QS Al An’am [6]:89.

Semua kejadian-kejadian yang memang sudah diatur oleh Allah tersebut menunjukkan bahawa Muhammad memang sudah lama dipersiapkan untuk menjadi andalan Waraqah. Khadijah, sang perempuan kaya dari Quraysh itu, berperan untuk mendukung persiapan untuk menjadikan Muhammad sebagai andalan Waraqa, Sang Ra’is Aam, untuk memastikan keberlanjutan perjuangan menjunjung tinggi iman tauhid dengan menyediakan dana, kemasyhuran, marwah harga diri, kecantikan, dan kasih sayang.

Semua sudah diatur dan dipersiapkan oleh Waraqa dan dilaksanakan Khadijah dengan sebaik-baiknya. Perempuan Arab ini menjadi perantara yang baik antara Waraqa dan Muhammad. Ia mendengarkan Muhammad serta memberikan semangat padanya. Khadijah seringkali juga bergegas ke Waraqa meminta bimbingan maupun pertolongan. Dalam banyak kesempatan disebutkan bahwa “Khadijah menjalankan semuanya sesuai nasihat Waraqa.”

(Al-Halabiyyah, hal. 269.)

Waraqa, Khadijah, dan Abu Talib memegang peranan utama dalam kehidupan dan perjuangan Muhammad dalam menjunjung tinggi ketauhidan kepada Allah. Setelah kematian mereka pasca tahun 619 Sesudah Masehi, kehilangan dukungan akrab dari hati ke hati dengan mereka sangatlah berat bagi Muhammad. Dengan meninggalnya Waraqa, Muhammad dengan sedih berkata, “wahyu turun semakin jarang.”

(Al-Halabiyyah, hal. 275.)

Dengan meninggalnya Khadijah, Muhammad mengalami, “meningkatnya cobaan dalam hidup sang Nabi, karena ia bagi Muhammad dan bagi Islam adalah seorang saksi yang jujur. Muhammad sungguh bergantung padanya.”

(Al-Bukhari, Sahih, “Penjelasan al-Karamani,” Vol. I, hal. 38.)

Khadijah haqul yaqin pada Muhammad dan haqul yaqin akan apa yang diturunkan Tuhan Allah padanya. Khadijah adalah salah satu diantara orang-orang yang dari awalnya memang sudah haqul yaqin pada Allah dan pada RasulNya. Khadijah menenangkan Muhammad saat Muhammad datang menemuinya.

(Ibn Hisham, Vol. II, hal. 45.)

Setelah meninggalnya Abu Thalib, kaum Quraysh melawan Rasul. Saat Abu Thalib masih hidup, Abu Talib melindungi keponakannya dengan berpihak pada Muhammad dan menghalangi gerakan orang-orang dari kaumnya yang berusaha melawan Muhammad.

(Ibn Hisham, Vol. I, hal. 224.)

Waraqa, Sang Ra’is Aam, yang kematiannya mendahului kematian istri dan paman Muhammad, mencetuskan inisatif untuk Muhammad yang kemudian dilaksanakan Khadijah dan didukung pamannya. Yakin akan dukungan dari tiga orang ini, Muhammad sepenuhnya mengabdikan diri pada takdir ilahi. Hal itu sudah diatur dan sudah ditetapkan Allah. Tiga kerabat Quraysh inilah yang membangun landasan perjuangan menjunjung tauhid yang dijalankan dengan keberhasilan besar oleh Muhammad. Sungguh benar pada waktu Tuhan Allah memilih nabi-nabinya, Tuhan Allah memberi barokah kepada nabi-nabinya tersebut dengan situasi dan kondisi yang sudah diaturNya sehingga boleh menghasilkan keberhasilan bagi perjuangan-perjuangan mereka yang penuh pengabdian tersebut.

Artikel sebelum ini Blog Abdushomad Artikel selepas ini